Mengenal Olahraga Tradisional Jemparingan dan Cara Mainnya

Estimated read time 4 min read

Olahraga tradisional Jemparingan merupakan salah satu peninggalan kerajaan Mataram yang sudah mulai dilupakan. Padahal olahraga ini cukup unik dan memiliki filosofi tersendiri.

Jemparingan adalah sejenis olahraga panahan yang sudah dimainkan sejak zaman kerajaan Mataram, lebih tepatnya di Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Berbeda dari panahan biasa, jemparingan dilakukan dengan duduk.

Meski tidak masuk dalam perlombaan atau suatu kompetisi, olahraga jemparingan masih sering dilakukan oleh abdi dalem Keraton. Biasanya, orang yang melakukan jemparingan menggunakan pakaian adat Jawa.

Awal dari Olahraga Tradisional Jemparingan

Olahraga tradisional Jemparingan merupakan salah satu peninggalan kerajaan Mataram yang sudah mulai dilupakan.

Memiliki nilai sejarah yang cukup tinggi, sebelum mengetahui bagaimana cara memainkannya, Anda perlu tahu sejarah di balik olahraga satu ini.

Olahraga tradisional jemparingan merupakan panahan yang berasal dari Yogyakarta. Olahraga ini juga masuk ke dalam Warisan Budaya Takbenda dalam kemahiran dan kerajinan tradisional.

Di zaman dulu, permainan ini hanya dilakukan oleh orang-orang di kerajaan hingga para prajuritnya. Kini, Jemparingan dilakukan pada acara tertentu seperti memperingati Hadeging Kadipaten Pakualam.

Tujuan diadakannya lomba jemparingan pada acara tersebut adalah untuk melestarikan budaya dan memperkenalkannya kepada masyarakat umum.

Sejarah menyebutkan bahwa jemparingan tercipta ketika pada masa kepimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono pada tahun 1755-1792, yang merupakan raja pertama Yogyakarta.

Pada masa itu, Sri Sultan Hamengku Buwono I mengajak para pengikut dan rakyatnya untuk melakukan panahan untuk membentuk watak kesatria.

Meski olahraga tradisional jemparingan sudah sangat berumur dan termasuk peninggalan sejarah, pihak Keraton Yogyakarta terus berusaha mengenalkannya kembali kepada masyarakat tahun demi tahun.

Caranya adalah dengan mensosialisasikannya dan diadakan pada acara-acara tertentu. Biasanya, jemparingan akan diadakan setahun sekali, yaitu dalam waktu 35 hari sekali (selapan) pada Sabtu Kliwon pada kalender Jawa.

Dengan kata lain, kegiatan seperti ini akan dilaksanakan pada Hadeging Kadipaten Pakualam atau memperingati ulang tahun berdirinya Kadipaten Puro Pakualam.

Hingga saat ini, jemparingan sudah memiliki organisasi yang berpusat di Kadipaten Puro Pakualam, entah untuk daerah atau tingkat nasional.

Filosofi Olahraga Tradisional Jemparingan, Panahan Sambil Bersila

Terciptanya olahraga jemparingan pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono I, tentu saja memiliki makna Filosofi di dalamnya. Seperti yang tertulis di atas bahwa sang Raja menyuruh para pengikutnya melakukan jemparingan guna membentuk watak kesatria.

Watak yang dimaksud seperti sawiji yang artinya konsentrasi, greget memiliki arti semangat, sengguh adalah percaya diri dan ora mingkuh yaitu bertanggung jawab.

Tujuan jemparingan sendiri membentuk watak yang baik untuk para pemainnya. Salah satu watak yang difokuskan pada olahraga ini adalah sawiji, yaitu konsentrasi atau fokus.

Dalam olahraga tradisional jemparingan, pemain memang harus fokus membidik target secara tepat, dan hal tersebut menjadi kemampuan dasar para pemain jemparingan.

Hal yang unik dari jemparingan dibandingkan dengan panahan biasa adalah dilakukan dengan duduk. Jadi, pemain olahraga ini harus duduk bersila dan fokus memanah.

Hal penting yang perlu diperhatikan ketika memainkan olahraga ini adalah proses membidiknya tidak dilakukan dengan mata. Akan tetapi, posisi bujur berada di hadapan perut, kemudian bidikan dilakukan menggunakan perasaan sang pemanah.

Gaya olahraga tradisional jemparingan satu ini memang disesuaikan dengan filosofinya, yaitu pamenthangin gandewa pamenthening cipta. Arti dari kalimat tersebut adalah membentang bujur sejalan dengan konsentrasi untuk ditujukan pada sasaran bidik.

Kemudian untuk makna lainnya dari pamenthangin gandewa pamenthening cipta berarti manusia yang memiliki cita-cita hendaknya berkonsentrasi penuh pada cita-citanya hingga bisa tercapai.

Filosofi dari olahraga tradisional ini memang sangat bagus dan memberikan harapan baik bagi para pemanah hingga menciptakan watak yang disebutkan di atas.

Cara Memainkan Olahraga Tradisional Jemparingan Khas Kerajaan Mataram

Meski jemparingan adalah olahraga kuno yang sudah termakan oleh zaman, pihak Keraton selalu memberi sosialisasi kepada masyarakat dan wisatawan yang sedang berkunjung. Mulai dari sejarah, filosofi dan cara memainkannya, diberi penjelasan dengan detail.

Untuk bisa melakukan olahraga jemparingan, alat-alat yang digunakan ada busur atau gandewi dan anak panah. Biasanya sudah dijual satu set dengan harga yang beragam.

Semua alat yang digunakan terbuat dari kayu dan bambu, kemudian dibentuk sesuai dengan tinggi badan dan postur tubuh pemanah. Selain itu, biasanya pemanah juga akan menggunakan pakaian adat khas Jawa Keraton.

Untuk bisa memainkan olahraga tradisional jemparingan, Anda harus bisa berkonsentrasi pada sasaran atau disebut juga dengan wong-wongan. Duduklah dengan posisi tegak dan bersila, posisikan panahan di depan perut, kemudian konsentrasi.

Biasanya sasaran berbentuk silinder, tegak dan panjangnya 30cm dan diameternya 3 cm. Bagian atasnya diberi warna merah sekitar 5cm. Pada bagian wong-wongan juga terdapat bola kecil.

Jika pemanah mengenai bola tersebut, maka akan mendapat pengurangan nilai. Kemudian, bagian atas bendulan, digantung sebuah lonceng kecil yang akan berdenting, setiap jemparing atau anak panah mengenai wong-wongan.

Anda bisa mencoba olahraga ini jika berkunjung ke Yogyakarta dan waktu yang tepat. Mari budayakan olahraga tradisional jemparingan agar anak cucu Anda nanti tahu bahwa ada jenis panahan unik yang sudah ada sejak zaman kerajaan.

You May Also Like

More From Author